page contents COMPETITION vs. COOPERATION
Selamat Datang Selamat Menikmati dan Semoga Bermanfaat,Salam Hormat>

Saturday 13 February 2016

COMPETITION vs. COOPERATION

COMPETITION vs. COOPERATION

Jumat lalu kedua anak saya menerima Report Card dari sekolahnya Ronald Reagan Elementary School. Di Indonesia namanya rapot. Melihat keduanya dapat nilai-nilai yg sangat bagus sementara tidak tercantum info ttg rangking, saya tergoda bertanya ke salahsatu gurunya. “Anak saya ranking berapa, Ms. Batey?”. “Kenapa anda orang Asia selalu nanya gitu?”,jawabnya. (Weleh, salah apa ane gan, batin saya.) “Anda sangat suka sekali berkompetisi. Di level anak anda, tidak ada rangking2an. 


Tidak ada kompetisi. 

Kami mengajari mereka ttg cooperation alias kerjasama. Mereka harus bisa bekerja dalam team work dan mereka harus bisa cepat bersosialisasi dan beradaptasi. Mereka harus punya banyak teman. Lebih penting bagi kami utk mengajari mereka story telling dan bagaimana mengungkapkan isi pikiran dalam bahasa yg terstruktur dan sistematis. Kami mengajari mereka logika dalam setiap kalimat yg mereka ucapkan.”
(Dari sini rupanya kenapa temen2 saya di kantor mentalnya ”How can I help you”, hamper ga pernah saya liat jegal-jegalan. Dan di US, hampir semua profesi mendapatkan penghasilan yg layak, tidak harus semua jadi “dokter” seperti di Indonesia. Semua orang boleh mencari penghidupan sesuai passionnya, sehingga semua bidang kehidupan sangat berkembang maju krn diisi orang2 yg bekerja dgn gairah)
 
 Weleh…saya jadi ingat, memang pendidikan di negeri saya sangat kompetitif. Banyak orangtua yg narsis memajang prestasi anak-anaknya di sosmed. Tanpa disadari sebagian dari mereka nanti akan tumbuh menjadi orang-orang yg terlalu suka berkompetisi dan lupa bekerjasama. Kiri kanannya dianggap saingan dan dirinya harus menjadi yg terbaik. Mending kalo dia mengembangkan dirinya supaya menang persaingan, yg ada kadang mereka menunjukkan baiknya dirinya dgn cara menungkapkan jeleknya orang lain. Kalo bukan kita siapa lagi, begitu jargonnya…Wuih, betapa arogannya, seakan-akan yg lain tidak mampu dan hanya dia yg mampu. Sakit mentalnya….
 
Bapaknya yg berkesempatan sekolah di sekolah2 yg konon terbaik di tanah air sebenarnya jg pernah kena sindrom yg sama. Bagaimana tidak? Setiap hari dicekoki bahwa anda putra terbaik bangsa, calon pemimpin masa depan dll selama bertahun-tahun. Tidak perlu saya cerita gimana yg Maha Kuasa memberikan tamparan bertubi-tubi di awal-awal masa kerja, supaya saya tidak terlalu jauh tersesat.
 
Aku menang….aku menang…..begitu suara anak-anak dari sebuah gang di ibukota. Entah permainan apa yg dimenangkannya…..Entah kapan dia sadar bahwa hidup bukan melulu soal menang dan kalah.

No comments: